Tanah Rencong Merdeka, Oleh: Afrizal Bireuën, Relawan & Journalis
Oleh: Arizal Mahdi Bireuën
Di tepi cakrawala timur, fajar membelah kabut sejarah,
Serambi Mekkah bersujud, menyambut angin penuh hikmah.
Dari bumi yang pernah dibasuh darah syuhada,
Samudera Hindia menyimpan bisikan purba,
ombaknya mengajarkan tabah pada jiwa.
Setiap butir pasir di pantai Ulee Lheue,
menyimpan sumpah setia pada kemerdekaan yang suci.
Gunung Seulawah dan Leuser jadi penjaga rahasia,
rimba hijau dan sungai jernih menjadi saksi setia.
Rencong bukan sekadar senjata,
ia adalah lidah sejarah yang tak pernah berdusta.
Darah para pahlawan bukan sekadar warna merah,
tapi tinta yang menulis kitab marwah.
Air mata ibu-ibu menjadi doa yang menjulang,
mengantar anaknya pulang dalam harum perjuangan.
Kemerdekaan bukan hadiah dari langit yang tenang,
tetapi api yang ditempa dari luka panjang.
Ia tumbuh di dada generasi tanpa takut,
yang rela mengikat jiwa pada janji nenek moyang yang teguh.
Wahai pewaris tanah ini, dengarlah bisikan masa silam,
ingatlah bahwa tanah ini tak lahir dari diam.
Jangan biarkan rencong berkarat di sudut sejarah,
genggam marwah, jagalah ruh yang gagah.
Aceh merdeka dalam jiwa dan doa,
merdeka dalam bahasa, budaya, dan cinta.
Tak lekang digerus waktu, tak pupus diganti nama,
tanah rencong tegap perkasa selamanya.
No comments:
Post a Comment